Sering kita menemukan perbedaan dalam masyarakat tentang jumlah bilangan rakaat terawih. Ada yang menunaikan tarawih 8 rakaat dan ada yang 20 rakaat.
Dalam sebuah hadist AbuSalamah bin Abdirrahman pernah bertanya pada Sayidah Aisyah ra: “Bagaimanakah shalat malam yangdilakukan oleh Rasulullah Rasulullah saw di bulanRamadhan?” Sayidah ‘Aisyah mengatakan :
مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يَزِيدُ فِىرَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamtidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dantidak pula dalam bulan lainnya melebihi 11 raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits di atasmenyebutkan bahwa shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah saw tidak pernahmelebihi 11 rakaat di dalam atau di luar Ramadhan. Anehnya, banyak kaum muslimyang melakukan shalat tarawih 20 rakaat, hal yang tidak pernah dicontohkan olehRasulullah saw. Memang benar terdapat hadits yang menyatakan bahwa Sayyidina Umar mengumpulkan para sahabat untuk melakukan shalat tarawih 20 raka`at,tetapi status hadits tersebut lemah karena bertentangan dengan hadits Sayidah Aisyah di atas.
Kalau pun haditstentang 20 rakaat itu shohih, tetap saja perbuatan itu adalah perbuatan baruyang dilakukan Sayidina Umar.
HaditsSayidah Aisyahdi atas memang memiliki makna yang jelas, bahwa Rasulullah saw tidak pernahshalat malam baik di dalam maupun di luar Ramadhan melebihi 11 rakaat, meski terdapat hadits lain yang menyatakanbahwa Rasulullah saw pernah melakukan shalat malam sebanyak 13 rakaat.Perhatikan perkataan Ibnu Abbas berikut :
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ : كَانَتْ صَلاَةُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ثَلاَثَةَ عَشَرَةَ رَكْعَةً يَعْنِي بِاللَّيْلِ
“DariIbnu Abbas ra berkata : Shalat yang dikerjakan oleh Rasulullah saw adalah 13rakaat di malam hari.” (HR Bukhari )
Perbedaankecil antara dua hadits ini tidak terlalu berarti. Sebagian ulama mengatakanbahwa Sayidah Aisyah tidak menghitung dua rakaat yangdilakukan Rasulullah saw di awal shalat, karena dua rakaat itu dilakukan secararingkas. Sedangkan Ibnu Abbas menghitungnya
Ha lpenting yang harus kita fahami dari dua hadits di atas adalah, kedua hadits inibukan untuk membatasi jumlah rakaatshalat malam, akan tetapi hanya sebatas memberikan kabar pada kita mengenaibagaimana Rasulullah saw melakukan shalat malamnya.
Padadasarnya, Rasulullah saw tidak pernah membatasi umatnya untuk melakukan shalatmalam dengan jumlah rakaat tertentu. Ketika Rasulullah saw ditanya tentang caramengerjakan shalat malam, beliau hanya menjawab :
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْالصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوْتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalatmalam itu dilaksanakan per-dua rakaat.Jika salah satu dari kalian takut masuknya waktu subuh, maka shalatlah saturakaat (witir) untuk mengganjilkan shalat yang telah ia lakukan.”(HR Bukhari dan Muslim)
Dalamhadits tersebut Rasulullah saw hanya memberitahukan kepada kita bagaimana carashalat malam yang sunnah (yaitu dilakukan per-dua rakaat) dan tidak membatasijumlah rakaatnya. Dalam hadits lainRasulullah saw bersabda :
اَلصَّلاَةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ فَمَنْ اِسْتَطَاعَ أَنْ يَسْتَكْثِرَفَلْيَسْتَكْثِرْ
“Shalatadalah perbuatan baik. Barang siapa yang mampu untuk memperbanyak dalammelakukannya maka perbanyaklah.” (HR Thabrani)
Ucapan Rasulullahsaw ini justru menganjurkan kita untuk memperbanyak shalat sunnah. Jika dihari-hari biasa saja kita dianjurkan untuk memperbanyak shalat malam, bagaimanadengan shalat di malam-malam Ramadhan yang memiliki banyak keutamaan.Perhatikan juga sabda Rasulullah :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًاغُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapayang berdiri (shalat malam) pada bulan Ramadhan atas dasar iman danmengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Tidak-adanyabatasan dalam shalat tarawih ini diperkuat dengan perbuatan para sahabat.Mereka lebih mengerti bagaimanaRasulullah saw melakukan shalatnya, namun mereka melakukan shalat malam denganjumlah yang berbeda-beda. Diceritakan dalam hadits shohih bahwa pada zamanSayyidina Umar, para sahabat melakukan shalat tarawih 20 rakaat, dengantambahan satu raka’at atau tiga rakaat witir.
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ : كَانُوا يَقُومُونَعَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَبِعِشْرِينَ رَكْعَةً
Dari Sa`id binYazid berkata: “Mereka berdiri (shalat) di zaman Umar bin Khathab ra pada bulanRamadhan sebanyak 20 rakaat.”(HR Baihaqi)
Haditsdi atas tidak dapat kita pertentangkan dengan hadits Sayidah `Aisyah karenayang diriwayatkan di sini adalah perbuatan para sahabat, bukan jumlah rakaatyang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Memangterdapat pula hadits yang menerangkan bahwa jumlah rakaat yang dilakukan parasahabat di masa Sayyidina Umar adalah 11 raka’at seperti dalam hadits :
عَنْمُحَمَّدْ بِنْ يُوْسُفَ عَنِ السَّائِبِ بِنْ يَزِيْد أَنَّهُ قَالَ :أَمَرَ عُمَرُبْنُ اْلخَطَّابِ أُبَيّ بِنْ كَعْب وَتَمِيْمًا الدَّارِي أَنْ يَقُوْمَا لِلنَّاسِبِإِحْدىَ عَشَرَةَ رَكْعَةً
DariMuhammad bin Yusuf, dari Sa`ib bin Yazid, bahwasanya dia berkata : “Umar binKhathab memerintahkan Ubay bin Ka`ab dan Tamim Ad Dari untuk mengimamiorang-orang dengan bilangan sebelas rakaat.” (HRBaihaqi)
Keduahadits ini sebenarnya tidak saling bertentangan, karena Muhammad bin Yusuf punmenceritakan dalam hadits yang lain :
عَنْمُحَمّدْ بِنْ يُوْسُفَ عَنِ السَّائِبِ بِنْ يَزِيْد أَنَّ عُمَرَ جَمَعَ النَّاسَفِي رَمَضَانَ عَلَى أُبَيّ بِنْ كَعْبٍ وَعَلَى تَمِيْمِ الدَّارِي عَلَى إِحْدَىوَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً ..
“DariMuhammad bin Yusuf, dari Sa`ib bin Yazid, bahwasanya Umar bin Khathabmengumpulkan para sahabat di bulan Ramadhan yang dipimpin oleh Ubay bin Ka`abdan Tamim Ad Dari untuk melakukan shalat 21 rakaat.”(HR Abdur Razzaq)
Paramuhaditsin mengatakan bahwa pada mulanya Sayidina Umar memerintahkan merekauntuk shalat 11 rakaat dengan memanjangkan saat berdiri. Namun karena hal tersebut dirasa berat olehsahabat, maka mereka meringankan berdirinya dan sebagai gantinya merekamenambahkan rakaat shalat karena ini dinilai lebih ringan.
Shalatsunnah tarawih dengan 20 rakaat juga diperintahkan oleh Sayidina Ali, dandikerjakan oleh para sahabat dan tabi`in tanpa ada khilaf di antara merekamengenai kebolehannya.
Perbuatan para sahabat dan tabi`inmerupakan dalil yang paling kuat mengenai kebolehan shalat tarawih 20 rakaatdan kebenaran hadits yang menyatakan hal itu. Para muhaditsin mengatakan bahwahadits yang disepakati ulama untuk diamalkan oleh umat, dihukumi shahih walaupun tidak memiliki sanad yang kuat. Terlebih lagi jika hadits tersebut memilikisanad yang kuat seperti hadits ini.
Jika kita mencermati lebih dalam mengenai jumlah rakaat tarawih yang berbeda-bedayang dilakukan para sahabat dan tabi`in, kita akan menemukan bahwa sebenarnyatidak ada batasan jumlah rakaat tarawih yang pasti dari Rasulullah saw. Beliausaw tidak pernah memerintahkan para sahabat untuk membatasi jumlah rakaattarawih dengan bilangan tertentu.
Inilahsebabnya mengapa para sahabat berbeda-beda dalam menentukan jumlah rakaat shalat tarawih. Jumhur sahabat danulama berpendapat bahwa bilangan rakaat tarawih adalah 20 rakaat ditambah satuatau tiga rakaat witir. Ada pula yang melakukannya sebanyak 36 rakaat, sepertiyang dilakukan di Madinah pada zaman Sayidina Umar bin Abdul Aziz. Di zamanImam Syafii, shalat tarawih di Makkah dilakukan sebanyak 23 rakaat sementara diMadinah sebanyak 39 rakaat. Bahkan di zaman Imam Turmudzi, shalat tarawih diMadinah dilakukan sebanyak 41 rakaat. Ada juga yang menukilkan shalat tarawihdilakukan sebanyak 47 rakaat, 38 rakaat, 49 rakaat, 39 rakaat, 34 rakaat, 24rakaat, 16 rakaat, 13 rakaat atau 11 rakaat .
Meskipun jumlah rakaat yang dilakukan berbeda-beda, mereka tidak saling menyalahkansatu sama lain karena mereka tahu bahwa shalat tarawih tidak memiliki batasrakaat tertentu. Siapa saja boleh melakukan shalat itu berapa pun jumlahrakaatnya, asalkan dilakukan dengan khusyu dan tidak tergesa-gesa.
Demikianlahdari jaman ke jaman, sejak jaman sahabat sampai sekarang, tidak pernah adaseorang pun yang mempermasalahkan jumlah rakaat tarawih. Bahkan Ibnu Taimiyahsendiri dalam fatwanya menyatakan bahwa jumlah rakaat tarawih tidak memilikibatas tertentu.
Alangkahanehnya jika di akhir zaman ini, setelahberabad-abad berlalu tanpa ada seorang pun yang mempertentangkannya, tiba-tibamuncul golongan yang membatasi jumlah rakaat tarawih hanya dengan 11 rakaat danmenganggap sesat orang yang melakukan shalat tarawih lebih dari 11 rakaat. Inimerupakan pandangan yang berbahaya dan dapat memecah belah umat serta tidakpantas dikemukakan oleh seorang muslim, apalagi seorang ulama. Anggapandemikian ini pada hakekatnya sama denganmenganggap sesat para salaf kita. Anggapan demikian seolah menganggap SayidinaUmar bin Khatab dan Sayidina Ali yang mengumpulkan para sahabat untuk shalattarawih dengan 20 rakaat sebagai tindakan sesat. Juga berpotensi menganggapsesat hampir semua sahabat dan tabi`in serta ulama yang melakukan shalattarawih di atas 11 rakaat. Padahal, sesungguhnya merekalah yang paling memahamimakna perkataan Nabi:
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي
“Shalatlahseperti kalian melihatku shalat.” (HR Bukhari)
Apakah ada yang lebih memahami shalatRasulullah saw selain para sahabat dan tabi`in ? Siapakah yang lebih mengetahuisunnah Rasulullah saw? Para sahabat yang melihat semua perbuatan Rasulullah sawdan dibimbing beliau secara langsung, ataukah orang-orang di akhir zaman iniyang hanya sekedar membaca hadits-hadits Rasulullah saw dan menafsirkannya sesuaidengan pikiran mereka sendiri?
Demikian postingan ini semoga dapat bermanfaat untuk kita. Terima kasih dan Wassalamu'alaikum.
No comments:
Post a Comment